Hari ketiga saya berada di pulau Lembata perjalanan dilanjutkan menuju Dusun Okang Paga Desa Todanara....
Sepanjang Perjalanan kami melewati beberapa tempat yang menarik seperti teluk Waienga, dimana ikan paus sering terdampar disana karena kondisi seabed yang mempunyai banyak karang dan palung, sehingga membuat sonar ikan paus menjadi sedikit terganggu dan akhirnya mereka terdampar. Tahun lalu ada 5 ekor paus biru (Blue Whale) yang terdampar disana, dan 4 berhasil dikembalikan ke laut, sedangkan 1 mati karena terlambat dikembalikan.
Teluk Waienga, perhatikan area putih dimana ikan paus sering terjebak disana
Selain itu juga, kami melewati sebuah desa yaitu Desa Kimakamak, desa lokal penghasil kerang mutiara, ada kearifan lokal di desa itu dimana ada kawasan tertutup yang hanya boleh dipancing pada bulan November saja. Selain bulan November, tempat ini dilarang untuk dipancing dan diganggu, karena memang tempat ini menjadi tempat bertelurnya ikan-ikan dan secara tidak langsung menjadi tempat konservasi ikan disana.
Hejeri alami tempat bertelurnya ikan sekarang dimanfaatkan oleh Australia untuk berternak kerang mutiara disana..... (Koq bukan Indonesia saja ya??)
Akhirnya perjalanan kami sampai pada tujuan utama, yaitu desa Okang Paga, kami disambut oleh para pejabat desa setempat dan juga dengan tari-tarian lokal.
Seorang anak di Desa Okang Paga
Setelah acara tarian penyambutan, dilanjutkan dengan dilakukannya ritual adat desa Okang Paga dalam menyambut tamu desa. Tari ini sedikit digabungkan dengan tari perang adat desa Okang Paga.
Setelah tarian penyambutan, maka dilanjutkan dengan ritual kepada leluhur untuk memohon ijin
Acara dilanjutkan dengan melihat cara mereka menenun mulai dari memetik kapas sampai menjadi tenunan, sungguh suatu proses yang sangat memakan waktu, proses pewarnaan bisa mencapai 10-20 tahun jika menginginkan warna2 yang khas dan bisa baru diselesaikan oleh 2 generasi. Harga kain tenun pun bertingkat-tingkat tergantung dari kastanya. di Ile ape tenun dibagi kategori sebagai berikut:
Tenun Bangsawan kisaran harga 20-50 juta
Tenun Ohin yang banyak menggunakan warna merah dan seluruh pewarnaan menggunakan akar mengkudu kisaran harga 15-20 juta
Tenun Hebaken dengan motif atas dan bawah hitam kisaran harga 2-5 juta
Tenun Topom dengan motif pelangi atau garis-garis kisaran harga 200rb - 600rb
Dengan lamanya proses pembuatan tenun ini, maka tidaklah heran jika harga tenun dipatok cukup tinggi, sebagai ilustrasi jika seorang warga membuat tenun Ohin dan memakan waktu selama 10 tahun proses pewarnaan, maka jika harga akhir tenun tersebut Rp. 20juta, berarti sang penenun hanya dibayar Rp. 2 juta per tahun.
Mama Alena, ketua sanggar tenun Okang paga sedang merapihkan pola yang tidak lurus
Tenun ikat yang memakan waktu 10 tahun untuk pewarnaan
Bapa Iljas Lesu sedang menerangkan perihal tenun
Same smile :)
proses memenun, bisa memakan waktu sebulan
proses mengikat pola
Selanjutnya kami makan siang bersama dengan penduduk lokal, beberapa hidangan khas tersaji dimeja seperti acar ikan mentah, ikan bakar, kacang bakar dan jagung titi, tidak ketinggalan tuak lontar yang selalu ada di setiap kesempatan.
my lunch.. jagung titi, acar ikan mentah dan ikan bakar
jagung titi
Bapa Iljas sedang meminum tuak Lontar
saat makan ada insiden kecil dimana salah seorang rekan secara tidak sengaja menginjak salah satu anjing yang sedang berada di bawah meja dan anjing itu langsung menggigit, di bawah kepanikan dan kelucuan, kami tetap melanjutkan acara dengan ceria.
foto tersangka :)
Acara kami di Dusun Okang Paga ditutup oleh tarian bersama dengan warga setempat.... cukup menarik dan menyenangkan
setelah semua acara selesai dan dibarengi dengan keliling desa untuk melihat aktivitas warga sehari hari, kami melanjutkan perjalanan menuju teluk Waienga untuk menikmati indahnya matahari terbenam dibalik gunung Ape (Ile Ape) sambil melihat pulau kelelawar
perjalanan pulang ke daratan
matahari terbenam di balik Gunung Ape
indahnya Indonesiaku
Perahu cadangan juga bocor
Begitu indah dan damainya Indonesia Timur, dan tempat yang indah ini wajib kita pelihara bersama agar dikemudian hari bisa kita wariskan kepada anak cucu kita semua.
Foto-foto diambil dengan menggunakan HP Sony Z3, kamera Fuji XT1 dan kamera Leica Monochrom
Semua foto dan video di blog dilindungi oleh undang-undang hak cipta.
gunakan dengan ijin penulis.
Foto-foto lainnya:
Biji Damar, biji ini akan ditumbuk dan digulung dengan kapas untuk menjadi alat penerangan warga
pembuat garam
menutup hari dengan mengunjungi rumah sakit terdekat untuk memeriksakan luka gigitan
Kecamatan Lamalera yang terletak di pulau Lembata, propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai keunikan tersendiri didalam menjalani kehidupan mereka.
Dengan kondisi alam yang keras, dan tanah yang kurang subur, mereka menghidupi hari-hari mereka dengan memancing/menombak ikan atau menjadi nelayan.
Menurut keterangan beberapa penduduk lokal, tanaman yang bisa tumbuh di Lamalera dalah tanaman sejenis kelor, oleh karena itu mereka sangat bergantung pada hasil laut.
Menurut hukum internasional, Lamalera merupakan satu-satunya tempat yang diperbolehkan untuk berburu paus di dunia, musim perburuan paus ada pada bulan Mei - Oktober dan rata-rata selama musim perburuan tersebut mereka mendapatkan paus sebanyak 20-30 ekor pertahunnya,
Jumlah itu cukup untuk menghidupi mereka, karena dari bulan Oktober sampai Mei, mereka tidak terlalu sering melaut akibat cuaca yang jelek,
Adapun jenis paus yang diambil oleh para nelayan Lamalera adalah Sperm Whale (koteklema) dan Killer Whale (seguni), walaupun seguni paing banyak hanya setahun sekali lewat di perairan Lamalera. Para nelayan tidak akan memburu Blue Whale karena ada keterikatan batin dengan leluhur mereka yang pada saat migrasi ke pulau Lembata mereka ditolong oleh Blue Whale.
Disaat berburu mereka menggunakan perahu tradisional yang menggunakan dayung..... dan berdiri di depan perahu adalah seorang lamafa atau penombak yang memegang tempuling atau tombak Seorang lamafa juga bisa diibaratkan seorang pemimpin saat perburuan. Sebab, saat melihat baleo (ikan paus), sang lamafa akan memimpin doa sebelum peledang turun melakukan perburuan. Lamafa bersama matros (tukang dayung), breung alep (asisten lamafa), dan lamauri juga tidak boleh memiliki masalah saat di darat. Masalah itu harus diselesaikan agar perburuan berjalan lancar.
Anak-anak berebut memakan mata ikan terbang saat perahu mendarat
gotong royong adalah ciri utama di Lamalera
Nikmatnya mata ikan untuk disantap
Saya tidak akan berbicara banyak tentang paus karena masih menimbulkan kontroversi, akan tetapi perlu dipahami bahwa ikan adalah sumber kehidupan utama mereka, dan mereka hanya mengambil yang mereka perlukan untuk makan.
Selain paus, mereka juga memancing ikan pari dan lumba-lumba, ikan hiu serta sejenis ikan terbang.
Setiap hasil tangkapan akan dibagi rata berdasarkan ketentuan yang sudah ada di kampung dari ratusan tahun yang lalu.
Melihat kehidupan masyarakat disini, yang letaknya harus ditempuh kurang lebih 4 jam perjalanan dari kota kabupaten, saya sangat terkesan dengan cara mereka bertahan hidup.
Perahu khas untuk berburu paus
Daging lumba-lumba sedang dijemur
Garasi Kapal-kapal penangkap ikan di Lamakera
Gerbang menuju pemukiman penduduk di Lamalera
Nelayan pulang ke pantai sore hari setelah menangkap ikan
Sengaja saya membuat artikel kecil mengenai sedikit tips untuk memotret model. Karena sekarang sudah sangat tren memotret model hampir di setiap kota. Setiap ada event photo maupun acara off air lain, maka memotret model adalah salah satu dari bagian acara tersebut.
Saya akan share pengalaman saya selama saya ikut acara-acara tersebut dan semoga bisa bermanfaat bagi rekan-rekan yang baru terjun di dunia fotografi seperti saya ini....
Artikel ini akan saya buat secara sederhana dengan model Q and A atau tanya jawab
Q: Enaknya pakai kamera apa?
A: Pakai kamera apapun bisa, bahkan smartphone model terbaru sudah sangat mumpuni untuk mengambil gambar
Sony A7s - Nikkor 55mm f/1.2
Fuji Xt1 - 56mm
Q: DLSR atau Mirrorless?
A: Ini pertanyaan yang sering saya jumpai, secara prinsip dan kualitas semua sama, hanya mirrorless memang lebih ringan dan tidak ada bagian kamera yang bergerak tidak seperti SLR, dan kualitas mirrorles pun sudah bisa menyemai entry level DSLR
Sony A7s - Nikkor 55mm
Pentax 645z
Q: Pake Flash atau tidak?
A: Flash bersifat fill in ke gambar, saat mengambil gambar model, perhatikan lingkungan sekitar, apakah memang perlu memakai tambahan cahaya dari flash atau tidak, dan juga hindari penggunaan pop-up flash kamera karena akan membuat obyek anda over exposure dan background anda menjadi gelap.
Fuji Xt1 - 56mm
Fuji X100T
Q: Lensa apa? Wide? Tele? Normal?
A: Lensa ibarat mata manusia, dimana kita terbiasa melihat, itulah lensa yang cocok buat kita. Beberapa rekan saya lebih senang menggunakan tele seperti 70-200 saat memotrat model, hal ini dikarenakan fotografer dapat menjaga jarak yang cukup jauh dengan model, sehingga model lebih bebas dalam berekspresi, dan juga untuk menghasilkan DOF atau bokeh yang bagus.
Beberapa fotografer lebih memilih lensa normal atau 50mm atau bahkan juga ada yang senang lensa wide, untk memberi kesan luas pada hasil jepretannya. PErlu disadari saat melakukan hunting bersama, masuklah pada grup lensa yang tepat, misalnya anda memakai lensa tele/zoon maka jangan ikut pada pemakai lensa fix/wide, anda akan menemui kesulitan untuk mengambil gambar
Leica M9 - 50mm Summicron
Leica Monochrom - 90mm Summicron
Q: Warna atau Hitam putih ya?
A: Bebas..... hasil jepretan anda akan dinikmati pertama kali oleh anda, untuk kemudian mungkin anda akan share melalui media sosial kepada rekan-rekan anda. Untuk melakukan editing tonal warna maupun lainnya anda bisa menggunakan aplikas yang banyak tersedia di pasaran, baik untuk desktop maupun untuk mobile phone anda.
Leica Monochrom - 90mm Summicron
Leica Monochrom - 90mm Summicron
Q: Apa enak moto rame-rame?
A: Tergantung pada rasio antara model dan fotografer, pernah sekali saya ikut suatu acara hunting bersama, dan ternyata peserta hunting berjumlah 300an orang, sedangkan model yang ada hanya 10 orang, alhasil rasio model dan fg adalah 1:30, ini akan sangat sulit bagi kita untuk melakukan atau mendapat foto dengan hasil bagus, karena 30 orang akan terus bersuara untuk memanggil model supaya melihat ke kamera, juga akan banyak orang yang mungkin menggunakan pop up flash sehingga foto anda yang sudah di komposisi secara baik menjadi over exposure karena anda memencet shutter bersamaan dengan rekan sebelah anda yang memakai flash.
Bocooor.... istilah yang sering diteriakkan para FG untuk mengusir FG lain yang ada di dekat model :)
Leica Monochrom - 90mm Summicron
Leica Monochrom - 35mm summicron
Q: Pose yang enak seperti apa?
A: Partikan model anda dalam keadaan santai, tidak tegang dan memahami instruksi pose anda, pada event-event tertentu, anda tidak diperbolehkan untuk menyentuh model akan tetapi anda boleh mendekati model dan menyampaikan instruksi pose anda. Sebelum maju kedepan pastikan anda melihat dulu ke teman-teman yang sedang membidik agar jangan sampai mereka terganggu karena anda maju ke depan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah untuk pose tangan jangan sampai jari terpotong frame, pucuk kepala juga sebaiknya terlihat
Leica Monochrom - 50mm Summicron
Leica M9 - 28mm Summicron
Secara berkala akan saya update artikel ini jika ada tips-tips baru yang bisa ditambahkan pada artikel.
Kalimas traditional seaport is located at the east of Kalimas River, lies
about 10 kilometers west of Kenjeran beach. Comprising a two-kilometre
stretch of warehouse and wharves along the East ward flank of
Tanjung Perak, Kalimas is a living history of Surabaya's maritime
heritage where carts and human toil continue to load and unload
merchandise into and out of tile holds of brooch-beamed Phinisi
Schooners. The best visit in order to see the loading and unloading
activities is in the morning or before the sun, climbs too high
and schooners set sail. The available facilities are; place parked,
lodging and restaurant. It is easy reachable by various public
vehicles.
Kalimas is the fraction of Brantas River that
has upstream in Mojokerto town, flow into northeast direction
and have estuary in Surabaya (Madura Strait). A hypothesis tell
Kalimas is river becoming the gateway of Majapahit Kingdom, and
in this river have ever happened encounter between Raden Wijaya
(the founder of Majapahit) fight against Tar-tar (Mongol) team
at 13th century.
Kali
Mas is also as the limited line between Sidoarjo regency and Gresik
regency. The estuary of Kalimas is traditional port of Surabaya,
which have been there since for centuries ago. A number of the
bridges getting through Kalimas in Surabaya now specified as culture
pledge, refer to it historical value.
Went ther mid April 2015, and have a chance to shot a couple of activities around the area. It surely is a beautiful place to take picture.
Note: Images are copyrighted. Unauthorized use and/or duplication of this material without express and
written permission from this blog’s author and/or owner is strictly
prohibited. Excerpts and links may be used, provided that full and clear
credit is given to me and Photo Passion with appropriate
and specific direction to the original content.